Komisi IV Bahas Dampak Lingkungan Pasca UU Ciptaker, Sudin : Beri Efek Jera Bagi Pelaku


Jakarta – Panja Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Komisi IV DPR RI melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Asosiasi Pemerintah Kabupaten/Kota (APKASI) di Gedung DPR RI, Senayan, Selasa (28/6/2022). Rapat tersebut membahas dampak pengelolaan lingkungan hidup pasca diundangkannya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.


Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin. Ia menyampaikan keluhan atas berbagai masalah rusaknya alam akibat pencemaran lingkungan, seperti soal penanganan sampah di Indonesia dan kerusakan hutan serta penyelundupan hewan.


“Saya itu kadanga bertanya yang pintar yang mana, yang terlalu pintar yang mana, kita sering lihat dimana saja kalau tong sampah itu kan dibagi tiga warna, ada yang plasti atau kertas, sudah dipilah-pilah. Tapi yang saya tidak pernah lihat itu warna mobil angkut sampahnya ada tiga. Kita lihat ya, di semua daerah termasuk Jakarta nih, tong sampah sudah dipilah tapi pas diangkut ke mobilnya jadi satu, kan percuma jadinya,”kata Sudin.


Kemudian ia menambahkan, pencemaran lingkungan juga disebabkan oleh kurangnya kesadaran manusia.”Contohnya saja di Mandailing Natal, banyak bayi yang lahir cacat, itu karena adanya tambang emas illegal atau peti yang masih menggunakan merkuri. Itu kita sudah dapat laporannya dan sudah ditindak lanjuti namun saat datang ke sana mereka tidak ada, saat kam pulang mereka masuk lagi, ini sering terjadi di beberapa tempat,” ungkapnya.


Hal tersebut juga masuk dalam kerusakan lingkungan yang mana para pelaku harus diberikan efek jera, namun menurutnya, adanya kasus-kasus seperti ini belum adanya kesadaran dari beberapa pihak untuk memberikan hukuman yang membuat pelaku jera.


“Sesuai dengan Undang-undang hutan lindung, itu di bawah provinsi, saya tanya Anda kasih duit nggak untuk menjaganya, provinsi punya duit nggak untuk menjaganya, jadi antara hak dan kewajiban ini tidak berimbang. Saya juga banyak keluhan sekali, kebetulan Pak Walikota kemarin ke Lampung itu tempat saya lahir Pak di Bandar Lampung, di sana pun banyak kabupaten yang merusak lingkungan terutama Lampung Timur galian tambang pasirnya gila luar biasa, tapi saat sidak tiba-tiba hilang begitu saja,” kata Sudin.


“Orang kita ini kebalik, bukan memikirkan nantinya bagaimana tapi bagaimana nanti, ini dampaknya sangat rawat terhadap lingkungan dan alam, berilah efek jera terhadap pelaku. Contoh saja pelaku pemburu harimau sumatera hukumannya maksimal hanya 2 tahun penjara dan denda 200 juta, disini tentu saya minta pelaku harusnya diberikan hukuman minimal 20 tahun penjara dan denda 2 miliar, ini untuk efeknya,” ujarnya.


Ia menambahkan, akibat hukuman kepada pelaku yang kurang, mengakibatkan sering terjadinya penyelundupan satwa, mulai dari burung, orang hutan dan lainnya.


“Setiap Minggu, petugas kita dari karantina itu menangkap, entah itu orang hutan, burung segala macam, itu dari Sumatera akan disendupkan ke Jawa, ya itu tadi mereka tidak jera karena hukumannya ringan dan di UU nomor 5 tahun 90  juga tidak dicantumkan secara detail, kalau kami ini minta detail dari pemburu, makelar, pengangkut, penadah, penerima serta pembelinya itu kita cantumkan semua ,” ujarnya.


“Saya enggak punya kepentingan pribadi apapun di situ, cuman kan kita semua wajib menjaga alam, maka saya katakan kalau terjadi bencana longsor di mana-mana manusia selalu menyalahkan Gusti Allah, saya bilang kalau longsor banjir itu ulah manusia kesalahan manusianya. Pencemaran lingkungan hidup luar biasa, mulai dari laut hingga hutan, ini kan harusnya ada kerjasama untuk menanganinya. Pemerintah pusat ini semangatnya memang luar biasa tapi implementasinya kan biasa biasa saja,” tandasnya. (*)


Tonton Video PDI Perjuangan Lampung : Festival Bakar Ikan Nusantara PDI Perjuangan Lampung

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

https://pdiperjuanganlampung.id/
https://pdiperjuanganlampung.id/