Bandar Lampung – Beredar buletin gambar Anies Baswedan dengan narasi menegakkan Khilafah, di sejumlah masjid di Lampung, Jumat (18/11/2022).
Kabid Agama, Sosial dan Budaya Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Lampung, Ustad Suparman Abdul Karim mengatakan, beredarnya gambar salah satu calon presiden dan adanya narasi khilafah adalah salah satu upaya menegakkan khilafah.
“Itu upaya mereka ingin menegakkan khilafah, yang jelas itu adalah gerakan politik hanya saja dia mendompleng agama, dia menunggangi agama untuk mengemas gagasan-gagasan politiknya. Mengapa menunggangi agama? Karena mereka tahu, Indonesia memiliki populasi masyarakat mayoritas muslim dan kecenderungan masyarakat muslimnya belum benar-benar paham ajaran agama, seolah-olah segala sesuatu mengatasnamakan agama itu pasti benar, karena itu isu-isu agama rentan dipolitisasi untuk kepentingan politik kelompok tertentu,” katanya saat dikonfirmasi, Minggu (20/11/2022).
Suparman menambahkan, khilafah sebetulnya bukan sesuatu yang diajarkan dan diperintah oleh Islam, jadi benar-benar murni manipulasi dan disayangkan banyak masyarakat yang belum paham dengan itu semua.
“Khilafah menjadi sangat berbahaya, karena ketika seseorang punya gagasan untuk mendirikan khilafah, maka ini akan diimplementasikan untuk membubarkan sistem negara yang ada,” utasnya.
Menurutnya, secara otomatis orang yang ingin menegakkan khilafah sama saja ingin membubarkan sistem NKRI.
“Maka ini tinggal menunggu waktu saja, karena mereka akan merekrut orang dan jemaah sebanyak-banyaknya untuk dimanfaatkan melakukan gerakan revolusi demi merubah sistem kenegaraan yang ada, mereka menyebutnya perlawanan sipil karena mereka merasa tidak bisa pakai senjata tapi merekrut massa umat dimanfaatkan kepentingan merek. Ini sebetulnya bahaya banget,” ungkapnya.
“Mereka ini akan memanfaatkan satu kelompok politik tertentu yang terlihat bakal menguntungkan kelompok mereka,” katanya.
Dengan adanya hal tersebut, Suparman berharap menjelang 2024 partai politik lebih bisa meminimalisir politisi agama karena dapat memecah belah antar partai.
“Mudah-mudahan menjelang 2024 ini, kita bisa meminimalisir politisasi agama, artinya para politisi dan partai politik jangan sampai mempengaruhi preferensi pemilih berdasarkan afiliasi keagamaan mereka, karena itu sangat berbahaya sekali sebab orang-orang bisa bermusuhan atas nama agama,” ungkapnya.
Kemudian, pemerintah harus lebih tegas dengan kelompok yang bertujuan untuk memecah belah negara khususnya Indonesia.
“Disini memang pemerintah harus benar-benar tegas agar ini tidak terus berlanjut, karena ada kelompok-kelompok secara vulgar berani menyuarakan khilafah, karena yang demikian itu justru bertentangan dengan ajaran Islam dan jelas berlawanan dengan ideologi negara kita, kalau itu dibiarkan timbul kecenderungan di masyarakat awam sesuatu yang dikampanyekan berulang-ulang dan tidak dilarang, maka ini akan menjadi sebuah kebenaran,” ujarnya.
Dirinya berpesan kepada partai politik untuk lebih fokus kepada kerja politik dalam menambah ide, gagasan, kotra naras keagaaman serta fokus memerangi radikalisme.
Suparman juga berpesan kepada masyarakat untuk jangan mudah percaya dengan oknum yang mengatasnamakan agama.
“Jangan mudah percaya dengan semua orang yang berbicara mengatasnamakan agama, apalagi untuk kepentingan politik, karena tidak semua berbicara agama itu sesuai mau Allah dan Rasulnya, jangan percaya kelompok politik yang mempolitisasi agama demi mencapai tujuan politiknya,” tegasnya.
Ia mengimbau agar masyarakat membudayakan memperbanyak literasi, agar tidak mudah percaya dengan hoax, berita bohong, fitnah dan sebagainya.
“Masyarakat itu kebanyakan baru menerima informasi sepotong dan miss informasi kemudian sudah menyebar kemana-mana terjadilah fitnah dan isu yang bukan-bukan, maka perbanyaklah literasi untuk mencegah hal-hal seperti itu,” tandasnya.

Wakil Ketua Bidang Keagamaan dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa DPD PDI Perjuangan Lampung, Habib Purnomo mengatakan, di dunia ada berbagai bentuk negara, ada kesultanan kerajaan dan republik.
“Dan pendiri negara kita telah secara final menetapkan dan memilih bentuk negara yaitu Republik Indonesia,” katanya.
Habib menjelaskan, dalam sejarah Islam pada masa Khulafaurrosyidin (Abu Bakar Umar bin Khatab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Tholib) para kepala negara dipilih melalui musyawarah.
“Namun setelah Saidina Ali bin Abi tholib tidak lagi menjadi kepala negara yaitu pada masa Bani Muawiyah, pemilihan kepala negara berdasarkan keturunan atau kerajaan, kemudian setelah kerajaan Bani Muawiyah berakhir dan diganti menjadi Bani Abbasiyah dimana kerajaan tidak hanya terpusat di Bagdad tapi ada juga yg berpusat di Andalusia Spanyol dan selanjutnya sesuai perkembangan zaman berdirilah negara kesultanan atau kerajaan di berbagai belahan dunia, artinya tidak ada kesultanan atau kekhalifahan yang tunggal di dalam dunia Islam,” jelasnya.
Ia menambahkan, saat ini ada gerakan dari partai HTI yg berpusat di London, Inggris dengan misi akan membentuk khilafah yg tunggal di seluruh dunia dengan diawali membubarkan negara – negara yg sudah merdeka dari penjajahan.
“Gerakan khilafah partai HTI ini selain unhistoris juga sesat dan juga menyesatkan dan seluruh negara dunia Islam sudah melarangnya,” ungkapnya.
Di Indonesia partai HTI memanfaatkan sarana demokrasi dan kebebasan yang ada untuk mengkampanyekan program khilafahnya, walaupun partai HTI sudah dilarang tapi kampanye khilafah ini masih tetap dijalankan oleh para pengikutnya.
Menurutnya, partai HTI yg mengusung ideologi khilafah ini tidak mengakui demokrasi termasuk didalamnya pilihan presiden jadi tidak mungkin partai HTI mengarahkan pengikutnya untuk mendatangi TPS untuk memilih calon tertentu karena bagi mereka haram mencoblos di TPS.
“Kalaulah sekarang ada narasi pendukung khilafah kemudian mendukung salah satu calon presiden, hal itu hanya sasaran antara pintu masuk untuk bisa lebih leluasa memasarkan ideologi nya di dalam pemerintahan, sekarang ini pun banyak ASN dan anggota Polri yg sudah terpapar ideologi khilafah ini, dan tentu apabila mereka sudah bisa masuk di dalam pemerintahan akan sangat berbahaya bagi eksistensi Negara kesatuan republik Indonesia,” katanya.
Menurut Habib, mengingat ideologi khilafah bertentangan dengan ideologi Pancasila maka sebaiknya aparat keamanan seperti bhabinsa dan babinkamtibmas harus proaktif menangkap para penyebar ideologi ini, termasuk di dalamnya penyebar buletin khilafah.
“Penyebaran buletin biasanya hanya di masjid – masjid tertentu dan itu pun hanya ada di kota, kalau masjid di kota sudah di lengkapi CCTV, sebaiknya CCTV dibuka untuk mengetahui siapa yg menyebarkan buletin-buletin khilafah, hal ini penting karena sangat mungkin yang akan datang mereka semakin massif menyebarkan buletin semacam ini,” tandasnya. (*)